Rubrik Mutiara Hikmah
Sumber : Bunga Rampai (pesantrenonline.com )
1. Bangga Berbuat Dosa
Seorang zahid berkata :
“Orang yang merasa bangga berbuat maksiat, hakikatnya telah melakukan dua dosa sekaligus yaitu, dosa kemaksiatan itu sendiri dan sikap membanggakan kemaksiatannya. Ia akan dilemparkan ke neraka Jahanam dengan penuh kutukan. Sebaliknya, orang yang merintih penuh tangis dalam melakukan ketaatan, berarti telah berbuat dua kebaikan sekaligus; yaitu, kebajikan berupa taat dan kebajikan berupa penyesalan terhadap dosa yang telah ia lakukan. Allah akan memasukkannya ke surga dengan penuh kebahagiaan.”
2. Bisikan, Pikiran, Nafsu Birahi, Kehendak, Maksiat dan Kebiasaan
Ulama besar, Ibnul Qayyim berkata :
“Pertahankanlah bisikan yang berdetak agar tetap di hatimu, kalau tidak hal itu akan berubah menjadi buah pikiran. Bila telah berubah, pertahankanlah semampumu agar ia tetap berada dalam pikiranmu. Dan kalau tidak mampu, ia akan menjadi nafsu birahi.
Kendalikan nafsu agar ia tertundukkan, dan jika tidak akan lahir rencana buruk dalam bentuk kehendak. Jagalah kehendak itu, karena kalau tidak dijaga niscaya akan menjadi perbuatan maksiat.
Kalau perbuatan maksiat tidak bisa dicegah, ia akan menjadi temanmu sebagai suatu kebiasaan dan adalah sulit bagi manusia meninggalkan suatu kebiasaan.”
3. Sikap yang harus dijalani diantara dosa dan pahala
Seusai shalat subuh, seorang sufi berjalan-jalan menghirup udara segar. Ia merenung:
“Setiap saat hingga pagi ini, saya selalu mendapat limpahan rahmat karunia Allah SWT, yang tak terhingga. Padahal bersamaan dengan itu, saya tenggelam dalam lumpur kemaksiatan, berbuat dosa kepada Allah SWT. Saya tak tahu, manakah diantara kedua hal itu yang patut saya syukuri: nikmat yang terus saya terima tanpa henti, atau dosa kemaksiatan saya yang ditutupi oleh Allah SWT sehingga saya selalu tampak suci di depan sesama manusia?”
4. Dosa menurut mukmin dan munafiqin
Rasulullah SAW bersabda, sebagaimana diriwayatkan Iman Bukhari:
“Seorang yang beriman memandang dosanya ibarat melihat gunung di atas kepalanya. Ia takut sekali, kalau-kalau gunung itu menimpa dirinya. Sedangkan orang munafik memandang dosa itu ibarat lalat terbang di depan hidungnya. Ia membiarkan saja lalat tersebut terus terbang.”
5. Sembilan Keluarga Setan
Umar bin Khattab RA. mengatakan bahwa keluarga setan itu ada sembilan
“Mereka adalah Zalitun, penunggu pasar; Wasinun, penguasa dunia malapetaka dan bencana;A’was, yang suka memperalat para penguasa; Hilaf, pengurus minum-minuman keras; Murrah, berkecimpung di dunia tabuh-tabuhan; Laqus, berada di sekitar penyembah api; Mussawit, penyebar berita bohong; Dasim, penunggu rumah yang suka menghasut dan membakar pertengkaran diantara penghuni rumah yang jika masuk ke dalam rumahnya tanpa menyebut nama Allah; dan Walhan, penggoda orang yang wudhu, shalat dan yang melakukan ibadah lainnya sehingga tidak khusyuk.
6. Akibat Riya
Oleh : Firdaus MA
Riya adalah melakukan amal bukan karena mengharap ridha Allah, tapi mencari pujian dan kemasyhuran di mata manusia. Riya merupakan bentuk syirik kecil kepada Allah yang dapat merusak dan membuat ibadah serta kebaikan yang dilakukan tidak bernilai di hadapan Allah.
Sikap ini muncul karena orang kurang memahami dengan baik tujuan ibadah dan amal yang dilakukan. Dalam Islam, setiap ibadah, amal, dan aktivitas lainnya harus dilakukan demi mencari ridha Allah SWT. Firman-Nya,
”Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam’.” (QS 6: 162).
Riya yang ditampilkan orang dalam perilaku sehari-hari berkorelasi erat dengan sifat angkuh yang dimilikinya. Riya berawal dari keinginan untuk menunjukkan bahwa ia yang paling hebat, baik, taat, dan dermawan yang merupakan bagian dari sifat angkuh. Allah berfirman, ”Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (QS 8: 47).
Riya muncul akibat kurang iman kepada Allah dan hari akhirat serta ekspresi ketidakjujuran atau kedustaan menjalankan agama. Dalam melakukan ibadah dan kebaikan orang yang riya berorientasi jangka pendek: mendapat pujian manusia. Ia melakukan ibadah karena ingin dipandang sebagai orang taat dan saleh. Apabila memberi sedekah dan bantuan kepada sesama, ia ingin disebut sebagai dermawan dan memiliki kepekaan sosial. Allah menjelaskan, ”Dan orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian, barang siapa yang mengambil setan itu menjadi temannya, maka setan itu adalah teman yang seburuk-buruknya.” (QS 4: 38).
Sikap riya sangat merugikan karena kebaikan dan ketaatan yang dilakukan tidak bernilai di sisi Allah. Allah berfirman, ”Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka, perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah).” (QS 2: 264).
Orang-orang seperti itu di akhirat kelak dicap Allah sebagai pendusta. Rasulullah SAW bersabda, ”Ada yang mengaku berjuang di jalan Allah hingga mati syaid, padahal ia berperang hanya ingin dikenal sebagai pemberani. Ada yang mengaku mempelajari ilmu pengetahuan, mengajarkan, dan membaca Alquran karena Allah, padahal ia hanya ingin dikenal sebagai orang alim dan qari’. Ada yang mengaku mendermakan harta untuk mencari ridha Allah, padahal ia hanya ingin disebut dermawan. Amalan semua orang itu ditolak Allah dan mereka dimasukkan ke dalam neraka.” (HR Muslim). Wallahu a’lam.
7. Bermuka Dua
Oleh : Fajar Kurnianto
Salah satu sifat buruk yang dibenci Allah SWT adalah munafik. Sabda Rasulullah SAW, ”Kalian pasti akan bertemu dengan orang-orang yang paling Allah benci, yaitu mereka yang bermuka dua. Di satu kesempatan, mereka memperlihatkan satu sisi muka, namun di kala yang lain, mereka memperlihatkan muka yang lain pula.” (HR Bukhari-Muslim).
Dalam hadis lain, riwayat Imam Abu Dawud dan Muslim, lebih jelas lagi Rasulullah SAW menyatakan, ”Seburuk-buruk manusia adalah yang bermuka dua. Datang di satu kesempatan dengan satu muka, dan pada lain kesempatan datang dengan muka yang lain.”
Dua hadis di atas menyampaikan beberapa pesan penting kepada kita. Pertama, kita dilarang menjadi pribadi-pribadi munafik (hipokrit). Pribadi-pribadi yang memperlihatkan satu muka di satu kesempatan dan muka yang lain di kesempatan yang berbeda. Artinya, kita dituntut untuk konsisten dalam kebenaran yang sudah diyakini, dengan kesesuaian antara iman dan amal, antara praktik dan perkataan.
Allah SWT berfirman, ”Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa mereka beriman, namun sesungguhnya mereka tidak beriman. Mereka mencoba menipu Allah dan orang-orang beriman, tapi sayang, sebetulnya mereka telah menipu diri mereka sendiri.” (Al-Baqarah: 8-9).
Orang munafik pada tataran ini memperlihatkan sikap dan sifat yang mendua. Dalam ayat yang lain, Allah SWT membeberkan lagi apa-apa yang telah mereka perbuat, ”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa’: 142).
Pesan kedua yang dapat diambil dari hadis tadi, kita harus teguh dalam berpendirian, dan konsisten dengan kebenaran yang telah diyakini, tanpa dapat tergoyahkan. Ketika seseorang sudah menyatakan beriman, maka iman itu harus terpraktikkan nyata dalam kehidupan. Iman harus mewarnai segala tindak-tanduk amaliah sehari-harinya.
Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’.” (Fushshilat: 30).
Pribadi Muslim seharusnya selalu menggambarkan kesatuan wajah hanya untuk dan karena Allah SWT semata, bukan yang lain. ”Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar.” (Al-An’am: 79).
Allah SWT sangat membenci orang munafik, karena mereka memperlihatkan sifat dan sikap mendua, antara iman dan tidak. Maka, sudah sewajibnya, seorang beriman dapat menyatukan juga antara iman dan amal, tidak bertolak belakang, apalagi berlawanan arah. Semoga kita tidak menjadi orang-orang yang bermuka dua. Wallahu a’lam.
8. Delapan Hiasan Indah
Sayidina Abu Bakar as-Siddiq mengemukakan, ada 7 perhiasan indah bagi 7 hal lainnya:
1. pantang meminta-minta merupakan hiasan si miskin;
2. bersyukur merupakan hiasan bagi anugerah;
3. sabar hiasan bagi musibah;
4. santun hiasan bagi ilmu;
5. banyak menangis hiasan bagi orang bertaubat;
6. menyembunyikan kebaikan hiasan bagi kebajikan;
7. dan khusyuk hiasan bagi orang shalat.
9. Do’a yang Bermanfaat
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kehinaan, kemelaratan dan dari kesombongan kekayaan. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perolehan ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu, dari nafsu yang tidak pernah kenyang (puas) dan dari doa yang tidak didengarkan.”
Senin, 09 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar